Video:
Pendahuluan:
Ilmu Lingkungan adalah suatu studi yang sistematis mengenai lingkungan hidup dan kedudukan manusia yang pantas di dalamkonya. Perbedaan utama ilmu lingkungan dan ekologi adalah dengan adanya misi untuk mencari pengetahuan yang arif, tepat (valid), baru, dan menyeluruh tentang alam sekitar, dan dampak perlakuan manusia terhadap alam. Misi tersebut adalah untuk menimbulkan kesadaran, penghargaan, tanggung jawab, dan keberpihakan terhadap manusia dan lingkungan hidup secara menyeluruh. Timbulnya kesadaran lingkungan sudah dimulai sejak lama, contohnya Plato pada 4 abad Sebelum Masehi telah mengamati kerusakan alam akibat perilaku manusia. Pada zaman modern, terbitnya buku Silent Spring tahun 1962 mulai menggugah kesadaran umat manusia.
Ekologi dan ilmu lingkungan
Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan. Berbicara
ekologi pasti berbicara mengenai semua makhluk hidup dan benda-benda
mati yang ada di dalamnya termasuk tanah, air, udara dll. Dimana
lingkungan yang ditempati berbagai jenis makhluk hidup tersebut saling
mempengaruhi dan dipengaruhi.
Istilah
ekologi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu oikos dan logos.
Istilah ini mula-mula diperkenalkan oleh Ernst Haeckel pada tahun 1869.
Tetapi jauh sebelurmya, studi dalam bidang-bidang yang sekarang termasuk
dalam ruang lingkup ekologi telah dilakukan oleh para pakar. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari interaksi mahluk hidup atau pun dengan lingkungan di sekitarnya.
Makhluk hidup dalam memenuhi kebutuhannya tidak terlepas dari bantuan makhluk hidup lain, contohnya makhluk hidup membutuhkan pelepas dahaga yaitu air, manusia membutuhkan energy yaitu makanan baik sumber makanannya dari tumbuhan-tumbuhan maupun hewan, dsb.
Adanya interaksi dan hubungan antara manusia dengan lingkungannya disebut ekologi. Ilmu lingkungan dapat juga dianggap sebagai titik pertemuan “ilmu murni” dan “ilmu terapan”. Ilmu lingkungan sebenarnya ialah ekologi (ilmu murni yang mempelajari pengaruh faktor lingkungan terhadap jasad hidup), yang menerapkan berbagai asas dan konsepnya kepada masalah yang lebih luas, yang menyangkut pula hubungan manusia dengan lingkungannya.
Dalam ilmu lingkungan, seperti dalam halnya ekologi, jasad hidup pada dasarnya dipelajari dalam unit populasi. Populasi dapat dikatakan sebagai kumpulan individu spesies organism hidup yang sama. Menentukan populasi memang sukar, kalau anggotanya terpisah-pisah dalam sebuah wilayah, dimana jarak menjadi sebagi penghalang antar individu, seperti halnya gajah atau harimau di Asia, pohon cemara di Eropa, bahkan manusia di dunia.
Cara menentukan batasan populasi yang lebih baik didasarkan kepada pengaruh satu individu terhadap individu yang lain dalam suatu populasi. Populasi dipandang sebagai suatu system yang dinamis daripada segala individu yang selalu melakukan hubungan. Maka populasi adalah kumpulan individu sebuah spesies, yang mempunya potensi untuk berbiak silang antara satu individu dengan individu yang lain.
Kalau jumlah individu populasi per unit luas bertambah dalam perjalanan waktu, dikatakan kepadatan populasi itu naik. Kalau kepadatan populasi itu naik, sehingga kebutuhan populasi itu akan bahan makanan, tempat tinggal, dan kebutuhan hidup lain-lain menjadi di luar kemampuan alam lingkungan untuk menyediakan atau menyokong secukupnya, sehingga timbullah persaingan (kompetisi).
Menurut Soeriaatmadja (1989:4), “Persaingan menimbulkan 2 akibat dalam jangka waktu yang singkat, menimbulkan akibat ekologi dan dalam jangka waktu yang panjang menimbulkan akibat evolusi”.
Dalam waktu singkat akibat ekologi itu berupa kelahiran, kelangsungan hidup dan pertumbuhan populasi yang boleh jadi tertekan. Dan dalam waktu yang panjang mengakibatkan pemindahan (emigrasi) populasi yang mungkin meningkat. Persaingan dapat pula berangsur-angsur pada populasi (efek evolusi)
Adapun azas pengelolaan lingkungan secara umum:
Beberapa asas umum kebijaksanaan pengelolaan lingkungan tersebut antara lain adalah
(1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source),
(2) asas penerapan sarana praktis yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik,
(3) prinsip pencemar membayar ( polluter pays principle ),
(4) prinsip cegat tangkal ( stand still principle ) dan
(5) prinsip perbedaan regional.
Artinya, kebijaksanaan pemerintah dalam penanganan permasalahan
lingkungan saat ini masih dipandang secara parsial dan tidak didasari
hasil kajian yang komprehensif. Dua masalah penting yang mengakibatkan
bencana lingkungan terbesar adalah masalah dinamika dan tekanan
kependudukan, yang berimplikasi pada semakin beratnya tekanan atau beban
lingkungan. Kondisi ini diperparah dengan kebijaksanaan pembangunan
yang bias kota yang kemudian mengakibatkan terjadinya perusakan tata
ruang, pencemaran lingkungan akibat industri, penyempitan lahan
pertanian serta koversi hutan yang tak terkendali.
Tekanan atau beban lingkungan yang cukup besar tersebut sangat
berkaitan dengan perencanaan tata ruang yang konsisten berbasis pada
daya dukung lingkungan, pertumbuhan industri yang tidak ramah lingkungan
sehingga mengakibatkan pencemaran, kekumuhan lingkungan yang
diakibatkan oleh pemusatan jumlah penduduk melebihi daya dukung
lingkungan, dan tekanan terhadap hutan dari aktivitas illegal logging
dan konversi lahan dan hutan untuk pertambangan, perkebunan, dan
industri.
Dalam rangka hari lingkungan hidup, 5 Juni 2006, Indonesian Center
for Environmental Law (ICEL) menuntut adanya perbaikan pengelolaan
lingkungan dan sumber daya alam dengan pendekatan yang lebih
komprehensif dengan mendasarkan pada penerapan asas-asas umum
kebijaksanaan lingkungan yakni (1) asas penanggulangan pada sumbernya (abattement at the source)
antara lain dengan mengembangkan kebijakan pengelolaan sampah di
tingkat rumah tangga dan tingkat sumber sampah lainnya, kebijakan sistem
pengawasan industri, kebijakan konservasi dan penyeimbangan supply –
demand dalam pengelolaan hutan, mencabut kebijakan perijinan tambang
dikawasan hutan, mencabut kebijaksanaan alih fungsi hutan untuk
perkebunan di kawasan perbatasan serta kebijaksanaan pengembangan
industri berbasis pertanian ekologis 2) asas penerapan sarana praktis
yang terbaik, atau sarana teknis yang terbaik, antara lain melalui
pengembangan kebijaksanaan industri bersih, kebijaksanan insentif bagi
pengadaan alat pengelolah limbah, kebijaksanaan pengelolaan lingkungan
industri kecil (3)prinsip pencemar membayar (polluter pays principle)
melalui pengembangan kebijaksanaan pemberian insen tif pajak pemasukan
alat pengelolah limbah bagi industri yang taat lingkungan,insentif lain
bagi pengembangan industri yang melakukan daur ulang (reused, recycling) (4) prinsip cegat tangkal (stand still principle)
dengan melakukan pengembangan sistem pengawasan import B-3,
kebijaksanaan pengelolaan hutan dan DAS berbasis masyarakat dan (5)
prinsip perbedaan regional dengan mengembangkan kebijaksanaan insentif
berupa subsidi dari wilayah pemanfaat (hilir) kepada wilayah pengelolah
(hulu), secara konsisten, partisipatif dan berbasis pada keadilan
lingkungan (eco justice)!
REFERENSI:
http://www.gudangmateri.com/2010/06/ekologi-lingkungan-hidup.html
http://massofa.wordpress.com/2008/02/03/ilmu-lingkungan/